Saya akhirnya mendaftar untuk menulis di Weku, sebuah media sosial blog berbasis blockchain, setelah memantau postingan seorang teman, Bahagia Arbi, di Steemit. Saya tertarik karena platform ini disebut sebagai kembaran Steemit yang sejak dua tahun lalu familiar di kalangan jurnalis, penulis, blogger dan penyandang profesi lain.
Benar saja, setelah saya lihat sekilas, tampilan dan fiturnya sangat mirip dengan antar-muka pengguna (user interface) dengan Steemit. Boleh dibilang, desain Weku meniru secara total tampilan Steemit. Dan, pada 6 September 2018, saya mendaftar akun yang namanya sama dengan yang saya gunakan di Steemit: @acehpungo. Proses pendaftaran di platform ini tidak seketat dan seribet di Steemit, dan aplikasi kita langsung di-approve saat itu juga setelah proses verifikasi melalui email selesai.
Meski sudah mendaftar, saya tidak kunjung memposting tulisan di platform ini. Yang saya lakukan hanya menyimpan password yang panjangnya minta ampun, seperti yang saya lakukan sewaktu mendaftar di Steemit, 17 Juli 2017. Akun @acehpungo sangat lama saya biarkan menganggur, tanpa saya posting apa-apa. Bahkan saya tidak menengok lagi website tersebut lebih kurang 28 hari lamanya.
Setelah bertemu dengan Baihaqi (@baihaqi) di kantor Masyarakat Transparansi Anggaran (MaTA), barulah saya membuka lagi situs Weku, dan mulai memposting sebuah foto, sebagai tanda kehadiran. “Neu-posting laju bang, soe tupue coin Weku singoh akan muhai lagee bak Steemit awai,” kata Baihaqi, seorang blogger yang juga peminat ilmu SEO (search engine optimization).
Postingan pertama saya adalah foto rujak u groh Indrapuri. Kebetulan saya punya stok fotonya, karena sudah tiga kali menyambangi warung yang berada di pinggir jalan Banda Aceh-Medan ini. Baihaqi-lah yang pertama melakukan upvote, yang nilai vote-nya saat itu sejumlah 1.40. Alhasil, level 25 (pemula) yang saya sandang sejak 6 September langsung naik menjadi 30. Enam jam kemudian saya posting artikel perkenalan sebagai bentuk pengumuman kepada pengguna Weku lainnya bahwa saya kini sudah hadir dan mulai menulis di Weku. Kalian bisa membaca tulisan perkenalan saya di “I am Here.”
Bagi pengguna Steemit pasti tidak bakal menemui kesulitan beradaptasi dengan Weku. Selain antar-muka yang sama persis, proses upvote, power-up, dan cara menulis pun sama dengan di Steemit karena menggunakan bahasa markdown style. Apa keuntungan mendaftar Weku? Kita langsung mendapatkan bonus 100.000 Weku Token (sejenis Steem kalau di Steemit) untuk memulai aktivitas menulis di social blogging berbasis blockchain ini. Namun, token Weku ini belum tersedia di coinmarketcap.
Jangan khawatir, coin ini memang belum bernilai untuk saat ini, tapi seiring perkembangan platform blockchain, coin ini juga akan memiliki nilai seperti Steem. Sebagai informasi, saat pertama kali diluncurkan, Steem juga tidak memiliki nilai. Tapi seiring waktu, nilai 1 Steem pernah menyentuh angka Rp179 ribu. Banyak steemian dari Aceh lambong-lambong kopiah kala itu. Kini harga steem anjlok dan bertahan di angka Rp12ribu per 1 Steem.
Jadi, daripada menyesal nanti saat nilai coin dari platform ini merangkak naik, mulai sekarang mulailah mendaftar dan menulis di Weku. Siapa tahu blog berbasis blockchain asal Cina ini akan mengikuti jejak sukses Steemit. Berharap saja begitu, karena tidak ada yang bisa meramal perkembangan blockchain ke depannya.
Tunggu apalagi, daftar segera melalui link referral saya di bawah ini. Selamat mengarungi samudera kembaran Steemit. Di sini kalian tidak hanya bisa menulis, tetapi memposting selembar foto dengan keterangan satu paragraf pun tidak dilarang. Berbeda dengan media sosial lain, di Weku aktivitas kita mendapatkan reward berupa Weku Dollar (WKD) dan Token Weku. Dan, reward-reward ini nantinya bisa kita konversikan ke Bitcoin, Ethereum atau mata uang kripto (crypto currency) lainnya.
Link referral: daftar di sini.
masih meragukan kinerja crypto, kalau saya sendiri belum berani terjun ke jenis investasi ini. Terlalu beresiko