Pasha mengajak saya menonton teater di Taman Budaya. Walau padahal mau menonton film di Aceh Menonton, di malam minggu yang berbahagiaini. Tapi setelah memesan ojol sebesar 21 ribu habis uangku pas pulangnya, akumenikmati menonton teater yang berjumlah dua jam ini.
Salman Yoga, salah satu pemainnya aku temui paginya di acaramenulis Lintasgayo.co. katanya nanti malam aku akan main teater di taman budayaBanda Aceh, memerankan peran sebagai penyair. Baru pertama aku melihatnya danaku tertarik dengan pribadinya yang luas wawasan dan tak pernah salah katadalam berbicara.
Maka ada lagi kawan beliau, lupa namanya, diacara pagi itujuga, dia bilang sama saya, kau simpanlah sejarah Pidie itu, jangan kauhilangkan. Penemuan-penemuan benda sejarah simpan dengan baik. Tuliskan! Lalu cetuskanlahkapan berdirinya Pidie. Maka aku bilang ada masykur Leungputu Manuskrip, yangmengumpulkan benda-benda sejarah.
Salman Yoga bicara lagi masalah seni, dia bilang Didong tidak hanya menyanyi tapi mereka juga merekam sejarah peristiwa di masa lalu, gempa sampai tenggelamnya kapal di laut di masa lalu terekam dalam syair Didong, tidak seperti seni tradisi sekarang, malah lagu-lagu modern tak satupun menceritakan peristiwa, malah liriknya merusak bahasa, budaya dan tatakrama bangsa.
Maka malamnya aku menonton teater, dikasih brosur saat akumasuk dari gerbang utama, pertunjukan teater The Spirit of Aceh. Judul lakon malamini adanya Hikayat Prang Sabi. Tidak terdengar lirik “keu kamoe neubri beusuciAceh merdeka tapi” Syair yang dikarang oleh Teungku Chik di Pante Kulu inisudah dibacakan bait-bait yang lainnya, dari yang saya dengar, tak pernah syairini saya dengar sebelumnya.
Yang menarik dari pementasan ini ada Cut Aja Riska, penyanyi Do Da Idi, Aceh timur.. eh! Jadi dia selain bermain peran sebagai pelatih Pasukan Inong Bale, juga konser menyanyikan dua lagu andalannya di Album nyawong. Selain beliau ada juga actor lain yang kece, seperti Mirza Irwansyah, Muna, Aan Risnanda Fahlevi, Ampon Nazar, Sanggar Keumala Intan dan diiringi oleh musik Rapaai Pasee, dan rapai biasa.
Para penonton memenuhi pertunjukan yang memenuhi bangku diindoor taman budaya, tak hanya penonton dari Aceh, ada juga dua orang darieropa. Saya tak berani tanya dari eropa sebelah mana, mungkin dari Jerman,seputaran Beureunuen.
Teater ini luar biasa dengan adanya set yang luar biasahampir mirip aslinya. Setnya misalnya di bawah rumah Aceh, di dalam rumah Aceh,diatas balai pengajian bersama Teungku Chik di Pante Kulu, mirip sekali denganaslinya. Saya menjadi tersepona dengan pertunjukan ini.
Teater yang disutradarai oleh Apa Kaoy ini, menceritakantentang perlawanan rakyat Aceh, di masa Teungku Chik di Tiro dalam melawanagresi Belanda. Kekuatan sebuah Syair Prang Sabi yang disebarkan oleh TeungkuChik di Pante Kulu, ke pelosok-pelosok Aceh oleh murid-muridnya membakarsemangat orang Aceh untuk mengusir Belanda.