Qaid Arkana

Menko Polhukam: Ketidakdewasaan Kandidat Picu Konflik Pilkada

Jakarta- Menko Polhukam Djoko Suyanto mengatakan ketidaksiapan dan ketidakdewasaan para kandidat serta pendukung dalam pelaksanaan Pilkada telah memicu konflik dan anarkisme massa di berbagai daerah.

Menko Polhukam Djoko Suyanto

Hal ini diungkapkan Djoko Suyanto saat berpidato dalam acara Seminar Evaluasi Pilkada yang diselenggarakan Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta, Rabu (25/1).

Djoko juga mengungkapkan bahwa Pilkada sebagai salah bentuk nyata perwujudan demokrasi dalam pemerintahan di daerah seyogyanya seharusnya mencerminkan proses kematangan berdemokrasi.

“Namun dalam implementasi di lapangan dalam pelaksanaan Pemilukada masih menunjukkan adanya fenomena yang merusak citra Pemilukada itu sendiri,” katanya.

Djoko mencontohkan berbagai fenomena perusak citra Pilkada seperti money politics, ketidaknetralan aparatur dan penyelenggara, kecurangan berupa pelanggaran kampanye dan penggelembungan suara, serta penyampaian pesan-pesan politik yang bernuansa sektarian yang berujung pada retaknya bingkai harmonisasi kehidupan masyarakat.

Dia juga mengatakan banyaknya sengketa Pilkada yang diajukan ke MK adalah gambaran kesadaran hukum masyarakat untuk menyelesaikan perselisihan melalui lembaga peradilan.

“Di sisi lain, kesadaran hukum yang mulai tumbuh itu, seringkali tidak diimbangi dengan kedewasaan dan kesiapan kandidat maupun pendukungnya untuk menerima putusan hukum yang merugikan dirinya,” kata Djoko.

Menko Polhukam ini mengungkapkan bahwa realitas menunjukkan bahwa logika hukum belum tentu memenuhi aspirasi yang berkembang di dalam masyarakat, terutama jika terkait dengan kepentingannya.

“Hal inilah yang seringkali menjadi faktor penyebab timbulnya penolakan di beberapa daerah dan berujung pada terjadinya tindakan kekerasan dan anarkis,” kata Djoko.

Untuk itu, lanjutnya, diperlukan upaya dan langkah ekstra oleh aparat keamanan di dalam pengelolaannya.

“Peran pembinaan, komunikasi, dan koordinasi antar aparat pemerintah dan antara pemerintah dengan tokoh-tokoh masyarakat, adat, agama, politisi, termasuk kalangan akademisi, selayaknya dapat terjalin dengan erat,” pungkasnya.[Antara]