Mesuji– Anggota DPR RI meminta pemerintah melakukan pemeriksaan dan mencabut hak guna usaha (HGU) perusahaan-perusahaan bidang kehutanan yang bermasalah di Tanah Air.
Berdasarkan hasil diskusi dengan masyarakat Desa Sritanjung, Mesuji, Lampung, Sabtu, politisi PDIP Budiman Sujatmiko menilai ada transaksi yang tidak jelas antara perusahaan dan warga hingga berbuntut bentrokan yang menyebabkan korban jiwa maupun luka-luka di sana beberapa waktu lalu.
“Selain itu, masyarakat tidak lebih sejahtera. Sebelum masuknya PT BSMI di areal perkebunan 17 ribu hektare itu, warga mampu menyekolahkan anaknya hingga sarjana, tapi setelah perusahaan masuk, justru pendidikan di sana terpuruk,” katanya, Sabtu (7/1).
Menurut dia, berdasarkan hasil diskusi itu terungkap permasalahan konflik agraria yang telah berlangsung selama 17 tahun, harus mendapatkan perhatian serius pemerintah dengan mencabut HGU perusahaan itu karena jika tidak, akan menimbulkan konflik baru.
“Saya menyebutnya, ini adalah `korupsi berdarah` karena penyelesaiannya berdampak kematian bagi masyarakat kecil dan petani,” ujarnya.
Selain itu, dia juga mendengar kabar terjadi konflik agraria juga di Lampung Barat yang menimbulkan korban.
Karena itu, dalam rapat awal 2012, dia akan menyampaikan hasil kunjungan kerjanya selama di Lampung dan Desa Sungai Sodong Kecamatan Mesuji, Ogan Komering Ilir (OKI), Sumsel.
“Saya akan meminta pada pimpinan DPR untuk mengagendakan rapat bersama komisi-komisi dan perusahaan yang berkaitan dengan konflik agraria itu dan meminta untuk segera dibentuknya panitia kerja yang serius mencari akar masalah serta merumuskan solusi penyelesaiannya,” kata Budiman.
Sebelumnya, Warga Sritanjung menuntut pencabutan hak guna usaha PT Barat Selatan Makmur Invesindo (BSMI) Mesuji, Lampung.
“Itupun kalau pemerintah masih peduli pada rakyatnya, jika HGU itu sulit untuk dicabut, kami minta kembalikan lahan warga,” kata Ajar Etikanan, seorang tokoh warga Sritanjung.
Menurut dia, warga sudah tidak lagi menghendaki PT BSMI mengelola kembali lahan tersebut, karena warga sudah menderita begitu lama.
“17 tahun sudah cukup, lahan kami diambil, tenaga diperas bahkan nyawa rekan kami melayang demi karena mempertahankan hak sendiri,” katanya.
Perusahaan itu kini merekrut petugas pamswakarsa. Mereka diiming-imingi gaji Rp2 juta untuk dihadapkan warga dengan warga setempat.[Antara]