Banda Aceh – Forum Lingkar Pena (FLP) Aceh meluncurkan novel Marwah di Ujung Bara di Gedung AAC Dayan Dawood kampus Unsyiah, Minggu, (8/1). Peluncuran novel tersebut ke publik ditandai dengan pemukulan rapa’i oleh Wakil Gubernur Muhammad Nazar, Rh Fitriadi dan Illiza Sa’aduddin Djamal secara bersamaan.
Selain penulis, hadir sebagai pembicara dalam diskusi yang menandai peluncuran novel dengan background gerakan mahasiswa tersebut Muhammad Nazar (Wagub Aceh) dan Tere Liye (Pengarang Nasional). Peluncuran novel ini dihadiri ribuan masyarakat dari berbagai kalangan, tokoh politik, wartawan, budyawan, sastrawan dan kalangan mahasiswa di Banda Aceh.
Novel Marwah di Ujung Bara merupakan novel ke-3 dari buah tangan novelis Aceh, Rh Fitriadi, sebelumnya telah menuliskan Novel The Gate of Heaven (2010) dan The Messiah Project (2011). Kedua novel terakhir menceritakan kondisi konflik di Palestina. Novel Marwah di Ujung Bara sendiri mengambil setting sejarah konflik Aceh, Marwah di Ujung Bara.
Novelis Rh Fitriadi kepada AcehCorner.Com, Minggu, (8/1) di Gedung AAC Dayan Dawood Unsyiah, di sela-sela kesibukannnya menandatangani ribuan buku yang dibagikan kepada pembaca secara gratis menceritakan proses lahirnya novel sejarah konflik Aceh ini.
“Ketika ingin diberlakukan status Darurat Militer di Aceh, saya menceritakan tentang perasaan tokoh-tokoh aktifis mahasiswa, novel ini tentang sekelumit peristiwa yang dilakukan oleh aktifis waktu itu,” tambah Rh Fitriadi yang di kalangan FLP Aceh di kenal dengan panggilan Pak Guru.
Proses penulisan novel ini ternyata tidak gampang, Rh Fitriadi melakukan riset selama setahun dan menemui berbagai tokoh yang berperan dan jadi aktifis kampus kala itu.
“Untuk buat novel sekitar 4 bulan. Sedangkan untuk riset saya membutuhkah waktu sampai 8 bulan. Karena yang tersulit adalah masalah riset, saya bertanggung jawab secara pribadi karena saya putra Aceh, jadi jangan salah dalam menuangkan data sejarah itu ke dalam novel nantinya,” ujar Pak Guru penuh semangat. Rh Fitriadi melakukan riset hingga sampe ke Jakarta.
“Yang paling jauh itu saya sampai ke Jakarta, mewawancarai tokoh-tokoh Aceh, saya sampai bertemu dengan Bapak Alm. Hasballah M. Saad, Mantan Menkumham era Presiden Gusdur,” katanya seraya mengaku masih menyimpan data rekaman dengan Alm Hasballah.
“Novel ini untuk melihat semua sudut pandang dari konflik, berceritakan tentang perasaan aktifis mahasiswa saat itu,” sebut putra Aceh kelahiran 28 Agustus 1981 ini.
Wakil Gubernur Aceh Muhammad Nazar memuji ketekunan Rh Fitriadi dalam melakukan riset dan merekonstruksi ulang sejarah Aceh kontemporer. “Rh Fitriadi mampu menggabungkan alur-alur kisah konflik yang selama ini dianggap tabu untuk dikisahkan dan diangkat ke permukaan–bahkan oleh masyarakat Aceh sendiri-ke ranah sastra epik diselimuti drama hati yang mengaduk emosi,” tulis Muhammad Nazar di halaman depan buku ini.
Menurut Muhammad Nazar yang hadir sebagai pembicara, novel Fitriadi dapat menjelaskan banyak hal, khususnya tentang kesedihan yang mewakili setiap hati masyarakat yang terlibat konflik. “Semoga Marwah di Ujung Bara dapat mengirimkan pesan kepada seluruh dunia, bahwa damai tidak pernah dapat dicapai melalui peperangan, sedahsyat apapun perang tersebut,” ujar tokoh SIRA ini.
Tere Liye, novelis nasional mengaku kagum dengan novel Marwah di Ujung Bara ini. “Yang terpenting novel ini tidak diisi dengan kebencian. Dan novel ini sangat layak untuk difilmkan,” kata Novelis Nasional yang baru baru ini Novel karangannya Hafalan Shalat Delisa di filmkan.[]