Balibar-Timor Timur menggelar pemilihan umum (pemilu) presiden pada Sabtu (17/3) ini. Pemilu ini dipandang sebagai ujian penting bagi negara dengan usia demokrasi yang masih belia itu dalam menangani sendiri masalah keamanan saat pasukan PBB bersiap untuk pergi.
Pemilihan dimulai sesaat setelah pukul 07.00 waktu setempat (pukul 05.00 WIB). Para pemilih melakukan pemilihan dengan dengan melubangi surat suara yang berisi sejumlah kandidat, yaitu petahana Jose Ramos Horta, seorang pemenang Nobel perdamaian, dan 11 kandidat lainnya.
Di sebuah gedung sekolah di Desa Balibar, di perbukitan sejuk yang menghadap ke ibu kota Dili, para petugas pemilihan yang berkaus kuning membuka segel kotak surat suara dalam plastik biru. Mereka lalu menunggu para pemilih, termasuk Perdana Menteri Xanana Gusmao. Para pemilih, beberapa menggendong bayi atau anak balita dan banyak yang tanpa alas kaki, mulai berbondong ke gedung sekolah itu sekitar sejam kemudian. Itu merupakan pemilihan presiden kedua negara itu sebagai negara merdeka.
Pemungutan suara tersebut merupakan yang pertama dalam serangkaian peristiwa penting di negara miskin dan tidak stabil itu yang masih trauma dengan proses intregrasi yang gagal dengan Indonesia selama 24 tahun dan berakhir dengan referendum untuk kemerdekaan pada 1999. Pada Mei mendatang, Timor Timur akan merayakan 10 tahun kemerdekaannya, yang terjadi setelah tiga tahun pemerintahan di bawah PBB. Kemudian, pada Juni, para pemilih akan memilih pemerintahan baru dalam pemilihan umum. Pada akhir tahun, negara berpenduduk 1,1 juta orang itu akan mengucapkan selamat tinggal kepada pasukan PBB yang ditempatkan di negara itu sejak 1999. Tahun lalu, PBB secara resmi menyerahkan tanggung jawab keamanan kepada polisi Timor Timur, meskipun sekitar 1.200 anggota pasukan PBB tetap berada di negara itu. Pasukan PBB itu siapa turun tangan jika diperlukan.
Di antara banyak masalah yang membelit Timor Timur, salah satunya adalah ketergantungannya pada cadangan energi, yang mencapai sekitar 90 persen dari penerimaan negara. Dana Moneter Internasional (IMF) melabeli Timor Timur sebagai negara dengan “ekonomi paling bergantung pada minyak di dunia”. Dana dari minyak bumi yang mencapai 9,3 miliar dollar AS tahun lalu.
Para pemilih yang sudah melakukan pemilihan diberi tinta berwarna hitam di jari telunjuknya, sebagai tanda bahwa mereka telah memilih. “Ini adalah kewajiban bagi setiap warga negara untuk memilih karena ini demokrasi dan kami berhak untuk memilih pemimpin kami sendiri,” kata Sidonia Perreira,seorang pegawai pemerintah yang berjalan kaki ke sekolah itu bersama istri dan dua anaknya yang masih kecil.
Para calon presiden harus mengumpulkan 50 persen suara untuk meraih kemenangan langsung atau dalam satu putaran. Jika tidak, putaran kedua agar digelar dalam dua minggu mendatang. Namun hasil resmi pemilihan diperkirakan belum akan diketahui hingga awal pekan depan. Para pemantau internasional dan perwakilan dari Australia, Uni Eropa serta negara-negara berbahasa Portugis ikut memantau jalannya pemilihan tersebut.
Secara konstitusional, jabatan presiden sebagian besar berperan seremonial.
Pemilihan presiden itu diperkirakan akan merupakan pertarungan sengit bagi tiga kandidat, yaitu Ramos-Horta, pemipin Partai Fretilin Francisco “Lu Olo” Guterres, dan mantan panglima angkatan bersenjata Taur Matan Ruak yang juga seorang pemimpin gerilya pada masa Indonesia. Ramos Horta (62 tahun) mengalahkan Guterres dalam putaran pada pemilu tahun 2007. Ramos Horta ketika itu mendapat dukungan dari Partai Kongres Nasional untuk Rekonstruksi Timor Timur (CNRT) pimpinan Xanana Gusmao. Ia pun menjadi presiden kedua negara itu setelah Gusmao Namun kali ini partai pemiminan Gusmao itu mendukung Ruak. Perubahan itu terjadi di tengah isu bahwa Presiden dan Perdana Menteri itu tidak lagi cocok dalam banyak hal. Ramos Horta sudah semakin kritis terhadap pemerintahan Gusmao.[kompas.com]