SBY dan Jokowi Memang Beda

Taufik Al Mubarak

Di Sosial Media, SBY dan Jokowi Memang Beda

SBY dan Jokowi Memang Beda. Suhu politik di level nasional boleh dibilang lagi hangat (bahkan cenderung panas). Mulai dari kontestasi politik antara Agus Harimurti, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Anies Baswedan di Pilkada Jakarta, ketegangan antara Ahok dan pengacaranya dengan KH Ma’ruf Amin, kasus dugaan “chat mesum” antara Habieb Rizieq dengan Firza Husein, polemik demo 112 di minggu tenang hingga curhat Susilo Bambang Yudhoyono kepada Presiden Jokowi.

Kalau boleh diumpamakan, hubungan antara SBY dan Jokowi cenderung mirip dengan perang dingin. Keduanya bertarung melalui kode-kode, yang sialnya, diketahui secara luas oleh publik karena saluran yang digunakan memang mudah diakses. Selain memanfaatkan forum resmi seperti rapat konsolidasi partai atau konferensi pers, SBY sering-kali menggunakan jejaring sosial dalam mengutarakan kritik atau curhat. Bahkan SBY kesal karena tak kunjung diundang Jokowi berbicara empat mata di Istana Negara. Padahal, kata SBY, seperti terbaca dari kicauan atau pernyataannya ingin sekali bertemu dengan Presiden Jokowi.

Apakah curhat (banyak orang menuduhnya suka mengeluh) memang menjadi tipikal mantan jenderal yang cukup banyak memegang posisi penting di republik in? Biar tidak menjadi fitnah, mari kita lihat beberapa fakta di balik seringnya presiden ke-6 itu melakukan curhat, sekaligus untuk memperlihatkan kalau SBY dan Jokowi memang beda.

Curhat Soal Gaji
Masih ingat pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat penutupan Rapim TNI/Polri tahun 2011? Pidato yang disampaikan pada Jumat (21/1/2011) itu, SBY mengeluh soal gaji presiden yang tidak naik-naik.

“Sampaikan, ini tahun ketujuh, gaji presiden belum naik. Tapi saya ingin semua dapat kelayakan gaji,” ujarnya. Kejadiannya memang sudah lama, tapi sepertinya tetap relevan untuk dibicarakan hingga hari ini. Pasalnya, di antara semua presiden yang pernah memimpin republik ini, hanya Presiden SBY-lah yang pernah mengeluh soal gaji. Presiden-presiden kita sebelumnya tidak pernah. Bahkan, para pemimpin dunia hampir tidak ada yang pernah mengeluh soal gaji.

Lalu, berapa sebenarnya gaji Presiden SBY saat itu? Saya jelas tidak tahu. Hanya dia, Menteri Keuangan, dan istrinya yang tahu. Tapi, dalam Rencana Kerja Anggaran Kementerian Negara dan Lembaga Kepresidenan (RKAKL) tahun 2006 silam, gaji seorang presiden sekitar Rp62 juta dengan ditambah dana taktis mencapai Rp2 miliar.

Majalah The Economist pernah menulis, gaji presiden di Indonesia adalah gaji dengan kesenjangan tertinggi ketiga dari 22 negara yang disurvei tahun 2005. Gaji presiden Indonesia, tulis majalah bergengsi itu, lebih tinggi 12 kali dari gaji PM Cina dan lebih tinggi 30 kali dari gaji PM India.

“Tuh kan, presiden lu emang suka ngeluh dan curhat,” kata teman saya saat itu, tentu saja sedang bercanda. Apakah setelah mengeluh soal gaji yang tidak naik-naik itu, gajinya naik atau tidak, saya tidak tahu. Nah, Jokowi tidak pernah curhat soal begituan, kan? Itu dia SBY dan Jokowi Memang Beda.

Ngambek Tak Dilibatkan dalam Rapat
Ngambek memang lumrah, itulah salah satu sifat alami manusia. Nah, Susilo Bambang Yudhoyono saat menjadi Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menkopolkam) rupanya pernah ngambek juga. Ceritanya, dari Januari hingga Februari 2004, SBY beberapa kali tidak dilibatkan dalam rapat-rapat, yang terkait dengan kerja-kerja kementerian yang dipimpinnya, yaitu rapat pengambilan kebijakan di bidang politik dan keamanan. Misalnya, soal kunjungan beberapa pejabat ke Aceh. Padahal, SBY saat itu menjabat sebagai Menko Polkam.

SBY yang saat itu popularitasnya sedang naik, dan namanya beberapa kali muncul dalam survei, merasa kesal tak dilibatkan dalam rapat penting itu. Dia jelas kecewa dan ngambek. Lalu, dia pun curhat ke awak media perihal dirinya tidak dilibatkan dalam rapat-rapat penting.

Suami Presiden Megawati, Taufiq Kiemas, rupanya gerah juga dengan sikap SBY itu yang notabene adalah anak buah Megawati di Kabinet Gotong-Royong. Puncak perseteruan ini terjadi pada 1 Maret 2004, saat Taufiq Kiemas menyebut SBY sebagai “jenderal kekanak-kanakan” karena mengadukan masalah internal pemerintahan ke wartawan.

“Kalau anak kecil lagi genit-genitan, ya merasa diisolasi seperti itu. Kalau memang bukan anak kecil dan merasa dikucilkan, lebih baik mundur,” kata Taufiq, pedas seperti dikutip dari buku ‘Biografi Politik Susilo Bambang Yudhoyono’ karya Garda Maeswara itu. SBY memilih tidak menanggapi pernyataan suami Presiden ke-5 itu. Namun, keesokan harinya, SBY pun keluar dari Kabinet Gotong Royong. Alasannya, “Karena merasa tugasnya di kementerian sudah banyak diambil alih Presiden Megawati,” seperti ditulis dalam buku Biografi Politik Susilo Bambang Yudhoyono.

Perkembangan itu jadi titik balik dalam karirnya. Setelah memutuskan mundur dari kabinet gotong royong secara resmi pada 11 Maret 2004, popularitas SBY dan partai yang dibentuknya, Partai Demokrat, justru meroket. Pada Pilpres 2004, SBY yang berpasangan dengan Jusuf Kalla terpilih menjadi Presiden RI mengalahkan Megawati-Hasyim Muzadi. Bahkan, kepopuleran SBY masih berlanjut di Pemilu 2009, saat mengalahkan Megawati-Prabowo.

SBY dan Jokowi Memang Beda di Sosial Media
SBY dan Jokowi memang beda! SBY berlatar-belakang militer, sementara Jokowi murni sipil, dan seorang pengusaha mebel. Dari sisi fisik, juga beda. SBY bertubuh tegap, tinggi-besar, sementara Jokowi biasa-biasa saja: kurus dan ceking. Namun, perjalanan karir mereka hampir sama: sama-sama merintis dari bawah. Selebihnya, yang satu mantan presiden, satunya lagi sedang menjabat presiden.

Karena keduanya kerap-kali terlibat perang dingin, terutama jika dilihat dari sosial media, maka saya pun tertarik mempreteli akun sosial media milik mereka, dalam hal ini Twitter. Fokus saya hanya terhadap beberapa tweet (kicauan) di tahun 2017 saja, terutama yang terkait dengan dinamika politik akhir-akhir ini. Dari kicauan tersebut jelas terlihat, bahwa mereka memang ditakdirkan berbeda.

Pada 6 Februari 2017, akun @SBYudhoyono yang sudah centang biru atau terverifikasi sebagai akun miliknya SBY, men-tweet begini: Saya bertanya kpd Bapak Presiden & Kapolri, apakah saya tidak memiliki hak utk tinggal di negeri sendiri,dgn hak asasi yg saya miliki? *SBY*. Tanda *SBY* berarti tweet tersebut ditulis sendiri oleh SBY. Kicauan ini kalau tidak salah terkait dengan demo yang dilakukan di rumah pribadinya.

Sebelumnya, pada 20 Januari, muncul kicauan dari SBY, Ya Allah, Tuhan YME. Negara kok jadi begini. Juru fitnah & penyebar “hoax” berkuasa & merajalela. Kapan rakyat & yg lemah menang? *SBY*. Oleh netizen, kicauan tersebut dipandang sebagai serangan tidak langsung SBY untuk Jokowi.

Lalu, bagaimana dengan kicauan akun @Jokowi yang juga sudah centang biru? Sebagai presiden tentu saja Jokowi banyak berkicau tentang kegiatannya memimpin negeri ini, di antaranya tentang kunjungan kerja ke daerah, memimpin rapat kabinet dan peresmian beberapa fasilitas yang dibangun semasa pemerintahannya. Ada kicauannya yang serius tapi sering pula berisi hal remeh-temeh, namun penting dalam mendorong semangat dan memberi inspirasi untuk masyarakat.

Saat berkunjung ke Maluku, Jokowi mampir ke sebuah mall dan berkicau begini, Mampir ke Maluku City Mall beli buku biar minat baca anak-anak kita meningkat. Buku jendela ilmu –Jkw

Masih dari tanah Maluku, Jokowi terlihat membagi kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Pintar bantuan utk pendidikan. Jangan untuk beli pulsa ya. Nanti kartunya dicabut, kalau untuk jajan pulsa –Jkw

Dari dua kicauan mereka saja, sudah terlihat perbedaan mencolok di antara keduanya. SBY senang mengeluh dan curhat, sementara Jokowi tipikal pekerja, dan kerap membawa harapan dan optimisme bagi publik untuk jadi lebih baik.

Jadi, kesimpulannya adalah…? Biarlah Anda pembaca menyimpulkan sendiri. []

SBY dan Jokowi Memang Beda

Sumber: UC News


1 thought on “Di Sosial Media, SBY dan Jokowi Memang Beda”

Leave a Comment