Tak ada minggu sesibuk minggu ini, sangking sibuknya selama lima hari tak memegang laptop sekejap-pun. Sibuk karena teman acara persepsi pernikahan di hari sabtu. Dia menikah tapi saya yang wah. Menyesal saya bilang padanya kalau saya ini pemandu wisata bersertifikat nasional. Jadi sayalah disuruhnya menemani tamunya dari Jakarta untuk jalan-jalan di Aceh selama empat hari. Yang menikah adalah ustaz dari Aceh, yang menjadi imam di Masjid Jakarta. Maka dia punya jamaah setia, disebut syeikh, tad, dan imam besar. Di dialam kepergian para rombongan itu maka akulah guidenya dari menjemput sampai mengantarkan kembali mereka ke bandara Sultan Iskandar Muda.
Di hari pertama aku sudah minta izin sama sekolah untuk tidak masuk, maka aku pergilah ke Banda Aceh dengan modal uang ayah yang saya minta 50 ribu, tapi ayah kasih 100 ribu. Maka dalam hal itu aku segera diantar adikku ke terminal. Dalam menunggu lalu dapatlah aku menaikkan diri kedalam L-300 dan disampingku terduduk anak Aceh selatan yang berbicara padaku, masalah pembangunan, penyihiran dan masalah-masalah yang berkembang di negerinya, maka dari dia aku tahu dua hal. Satu suak artinya payau, empang, dan dua dimana saja ada perniagaan, perdagangan, di situ ada orang Aceh, baik itu perdagangan halal maupun haram.
Maka setelah 3 jam tibalah aku di Banda Aceh, ku memesan Grab dan aku pulang ke rumahku di Baet untuk menidurkan diri, maka aku subuhnya bangun dan menghubungi Mubaraq dan dalam hal itu dia bilang akan mau dianya jumpa sama aku besok pagi di Chek Yuke Lampineung. Maka aku berjumpalah dia paginya rupanya tak mau ngopi dan langsung menuju bandara. Tak dinyana tiba dibandara terlalu cepet sehingga harus menunggu beberapa menit, saat mereka tiba dengan ceria, berbaju kuning semua dan menyapa dan kami langsung menuju mobil guna ke pelabuhan.
Kami menuju Sabang, sehingga sadar inilah kali kedua aku dengan kapal cepat ke Sabang dan dua-duanya gratis. Pertama dibayar oleh JNE, bukan dikirim dalam kotak paket tapi. Lalu dibayar DKM Al-Qalam Cibubur ini lagi. Waah enaknya. Alhamdulillah. Makanya setelah kupikir-pikir rupanya aku kurang liburan sehingga ustaz Ikhsan yang menikah di Sabtu mengirimkan aku bersama jamaahnya ke Sabang, walau satu hari.
Di Sabang kami sempat Snorkeling dan makan ikan bakar, jua menginap di kotek yang nyaman ada sabun dan handuk dan showernya. Maka aku senang dan tidur di springbed untuk bulan oktober pertama. Lalu kami paginya kembali ke Banda dan aku melihat lumba-lumba di perjalanan dengan kapal cepat. Waah, sudah lama tak melihat hewan pintar itu. Sesampainya di Banda kami makan di Lem Bakri, habis uang satu juta lebih, maka itu adalah rekor kedua aku makan dan melihat bill sebesar itu, ya ukurannya banyak orang sih. Dan para jamaah bilang itu masih murah, kalau di Jakarta katanya makan begini sudah 6 juta-7 juta.
Sesampainya di Banda kami malamnya menginap di Mekkah Hotel, bersama atlit-atlit Tionghua etnis yang kadang-kadang bercelana pendek mondar-mandir di hotel, padahal kan… ah sudahlah. Maka kami menjaga pandangan dan saya berjamaah subuh berturut-turun empat hari, badan terasa segar sekala. Dan parahnya jamaah ini selalu tak bergerak ketika ceramah subuh dan mulai terkagum-kagum dengan penceramah Aceh di subuh pertama ada Ustaz Amri Fatmi dan subuh kedua ada Direktur RSUZA.
Direktur itu tidak berceramah tapi membicarakan masalah tulang belakang, katanya berenang dan bertemu dengan teman yang pas, akan sangat menyembuhkan keluhan di tulang belakang. Jangan saat potong rambut dibunyikan leher sama barber karena itu berbahaya, tutupnya. Maka itulah cerita saya malam ini. maaf sudah membaca kalian akan cerita nirfaedah ini.
Dari Pulo Pueup, Riazul Iqbal Melaporken.