kredit mobil

Taufik Al Mubarak

Jual Steem Demi Tutupi Kekurangan Kredit Mobil

Sudah dua hari aku telat melunasi utang kredit mobil. Hari raya dan kebutuhan pasca lebaran menguras semua isi rekening, isi wallet dan juga kiriman dari mbah Google. Akibatnya, aku tidak dapat melunasi utang kredit mobil tepat waktu. Beginilah nestapa seorang penulis freelance yang pendapatannya sering pas-pasan dan lebih sering tidak menentu.

Sebenarnya tidak perlu aku ceritakan lagi, takutnya akan menjadi klise, soal harga Steem dan SBD yang terus anjlok. Para kreator konten di Steemit pasti tak pernah melewatkan sehari pun untuk tidak memantau harga mata uang kripto itu. Bagi steemian yang senang berinvestasi, menurunnya mata uang kripto seperti Steem dan SBD, itu sebagai pertanda sekaligus isyarat untuk terus melipatgandakan nilai investasi. Sementara bagi steemian pemburu dana instan, anjloknya nilai Steem atau SBD sebagai pertanda bahwa mereka harus bersabar lebih lama lagi untuk menikmati jerih payah dari aktivitas membuat konten.

Aku bukan jenis steemian tipe pertama, dan juga tidak seluruhnya persis sebagaimana steemian tipe kedua. Tapi, aku kerap terbantu oleh pendapatan yang kecil dari steemit saat benar-benar membutuhkan, yaitu kala saldo rekening dan dompet mulai kosong. Seberapa pun hasil yang aku peroleh lebih sering aku jadikan uang. Namun, ketika aku memperoleh pendapatan ‘raseuki rimueng’ dari sebuah pekerjaan lain, maka wallet di Steemit tak pernah aku utak-atik, dan bahkan jarang sekali aku periksa seteliti seorang akuntan memeriksa keuntungan sebuah perusahaan.

Nah, ketika tuntutan membayar kredit mobil kian mendesak, mau tidak mau, aku harus memperhatikan dengan teliti jumlah Steem dan SBD yang tertera dalam wallet Steemit. Mulailah aku berhitung, kira-kira kalau saldo dalam wallet itu dikonvert ke Bitcoin atau Ethereum, aku bakal dapat berapa? Cara menghitungnya masih sangat primitif dan tidak layak dibanggakan. Misalnya, menggunakan sebuah situs konversi mata uang kripto.

Aku mulai berhitung, jumlah SBD sekian bisa menghasilkan berapa rupiah, atau kalau digunakan membeli Steem kira-kira aku bisa mendapatkan selisih berapa rupiah. Kalau lebih menguntungkan, maka aku akan menukar Steem menjadi SBD atau sebaliknya, membeli SBD dengan jumlah Steem yang ada. Intinya, mana pilihan yang lebih menguntungkan, maka pilihan itulah yang aku ambil. Coba, primitif, bukan?

Dan, menjelang laga final antara Perancis vs Kroasia, aku belum juga membayar utang kredit mobil. Situs Indodax yang selama ini cukup jarang aku akses, mulai rutin aku akses lagi. Tujuannya untuk apalagi kalau bukan mengecek harga coin atau mata uang kripto. Sialnya seperti sudah kita maklumi bersama, harga mata uang kripto tidak pernah melonjak drastis lagi. Paling naik sekitar 2-4 poin. Itu pun kita harus menongkrongi layar laptop atau smartphone untuk mengetahui pergerakan angkanya. Dan jelang laga final usai, aku mulai melihat harga Ethereum yang mulai merangkak naik (sesekali turun juga), dan aku sudah mulai berhitung bahwa pada harga sekian maka jumlah coin Ethereum yang aku miliki akan segera kujual. Benar saja, saat harga menyentuh angka Rp6.500.000 per satu 1 Eth, semua koin yang kumiliki langsung aku hanyutkan.

Aku sudah tidak peduli lagi berapa rupiah angka yang bisa aku dapatkan, asalkan cukup untuk menutupi dana membayar kredit yang masih kurang. Seperti halnya pendukung Timnas Perancis, aku pun ikut merasakan sedikit kegembiraan kecil, bahwa kekurangan dana bayar kredit mobil kini bisa tertutupi dengan pendapatan yang tidak seberapa dari menulis di Steemit. Kalau dipikir-pikir, pendapatan dari Steemit belakangan ini persis seperti ibu yang mengupas kulit bawang: matanya perih!

Padahal, tahun lalu, para kreator konten di Steemit boleh merasa sedikit ‘reman (gagah-gagahan)’ dibanding blogger amatiran yang berjuang mendapatkan simpati dari Google. Soalnya, saat harga Steem dan SBD menyentuh angka Rp150.000-Rp170.000, rata-rata seorang steemian biasa-biasa saja bisa mendapatkan Rp300.000-Rp500.000 dari satu postingan tulisan di Steemit. Penghasilan yang mereka dapatkan ini jelas lebih tinggi dari honor menulis artikel di sebuah koran lokal. Itulah kenapa banyak penulis, blogger dan wartawan berlomba-lomba bergabung dengan Steemit.

Menjual SBD dan Steem ketika harga rendah sebenarnya tidak pernah menjadi pilihan, tapi kadangkala pilihan terburuk pun harus diambil ketika ada hal besar lainnya yang justru perlu diselesaikan. Dan, dengan perasaan sedih, aku ingin sampaikan bahwa kini semua SBD dan Steem yang kumiliki sudah hanyut dari wallet. Bahkan, aksi ‘bunuh diri’ dalam bentuk power-down pun terpaksa harus aku lakukan. Percayalah, hidup seorang penulis freelance tidak seindah gesekan biola Maylaffayza.[]

Image source: 1, 2


Leave a Comment