Harlan

Kita dan Shaf Shalat Kita

Oleh Affif Herman

Di dalam Islam, praktik ibadah yang dikerjakan pelaku memiliki implikasi yang sejalan dengan kebaikan-kebaikan di kehidupan sosial bermasyarakat. Sebagai contoh saja, ibadah Kurban yang baru kita lalui. Meskipun secara teknis pelaksanaan ibadah Kurban merupakan ibadah seseorang yang dengan sengaja menyisihkan hartanya dengan niat balasan dari Allah SWT semata. Namun ibadah ini jelas sangat berimbas dalam kehidupan bermuamalah kita. Begitu juga ibadah-ibadah lain yang teknisnya dikerjakan secara personal namun sangat berefek di kehidupan bermasyarakat kita.

Salah satu ibadah yang sangat penting dan memiliki imbas dalam kehidupan bermasyarakat adalah shalat. Lebih khususnya shalat yang dikerjakan secara berjamaah. Ibadah yang jika dikerjakan dengan benar ini telah disebutkan oleh Allah dengan jelas bahwa akan membuat pelakunya terhindar dari melakukan hal-hal yang keji dan mungkar (Al-Ankabut: 45). Sehingga jika semakin banyak personal-personal yang terhindar dari perbuatan-perbuatan keji pasti akan berefek pada bagusnya kualitas kehidupan bermasyarakat di daerah tersebut. Namun jika ternyata seseorang melakukan shalat namun dia masih tetap melakukan maksiat maka itu bisa berarti masih adanya kekeliruan didalam pelaksanaan shalatnya. Kekeliruan ini bisa berupa gerakan teknis shalat yang tampak dan yang tak tampak secara kasat mata. Seperti nilai kekhusyukannya, atau bagian-bagian yang memerlukan tu’maninah di dalamnya, juga termasuk doa dan bacaan-bacaan di dalamnya yang terkadang luput dari perhatian pelakunya.

Di Aceh, harus diakui pelaksanaan shalat-shalat wajib secara berjamaah bukanlah hal yang begitu popular jika di bandingkan dengan keramaian “jamaah” di warung-warung kopi. Panggilan azan belum mampu memindahkan tubuh seseorang dari warung kopi ke mesjid terdekatnya. Meski belum bisa disebut makmur atau banyak, namun Alhamdulillah mesjid-mesjid kita di Aceh tetap masih di datangi oleh sebagian kecil mereka yang ingin melaksanakan shalat berjamaah. Untuk waktu-waktu shalat shubuh, zhuhur, ashar, dan shalat isya memang merupakan waktu-waktu yang jumlah jamaahnya masih menyedihkan. Jumlah shaf pada shalat-shalat ini sangat sedikit, lebih khusus di waktu shubuh yang bernilai sangat tinggi tersebut terkadang tak sampai satu shaf, itupun masih didominasi oleh mantan-mantan pemuda alias orang-orang tua. Jumlah shaf shalat-shalat wajib di atas masih tertinggal jauh jika dibandingkan dengan shaf ketika shalat Jum’at. Aneh.

Selain minimnya jumlah jamaah di mesjid-mesjid kita, hal lain yang perlu kita perhatikan bersama adalah perihal shaf shalatnya. Kenyataan yang penulis lihat adalah kondisi acuhnya jamaah shalat kita dalam meluruskan dan merapatkan shaf shalatnya. Perintah imam agar jamaah meluruskan dan merapatkan shaf seolah tidak digubris. Ditambah dengan terkadang banyak Imam yang juga tidak terlalu memperhatikan perihal kerapian shaf tersebut. Dengan membelakangi makmum imam terkadang hanya sekedar berkata,”lurus dan rapatkan shaf” tanpa mengecek langsung. Hanya sedikit imam yang serius menerapkan perkataan tersebut dan menegur langsung kekeliruan makmum. Padahal kerapian shaf termasuk kedalam kesempurnaan shalat berjamaah yang kita lakukan. Hadits ini menyebutkan pentingnya hal tersebut, bahwa Rasulullah bersabda,” Luruskanlah shaf kalian, karena meluruskan shaf termasuk tegaknya shalat. Dan dalam riwayat Ibnu Majah juga disebutkan,” Luruskanlah shaf kalian, karena meluruskan shaf termasuk kesempurnaan shalat.”

Persoalan shaf tentu tak baik jika dianggap remeh. Sebuah hadits mengabarkan kepada kita bahwa,” Rasulullah shallallahu ’alaih wa sallam selalu meluruskan shaf kami, sehingga beliau seolah-olah meratakan anak panah sehingga beliau melihat bahwa kami telah memahaminya. Kemudian suatu hari beliau keluar (untuk menunaikan shalat), lalu berdiri hingga ketika hampir mengucapkan takbir, beliau melihat seorang lelaki dadanya keluar (menonjol) dari shaf, maka beliau bersabda: “”Hai hamba-hamba Allah, kalian benar-benar meluruskan shaf kalian (jika tidak) Allah akan (menimbulkan perselisihan) di antara wajah-wajah kalian.” (HR Muslim dan Ahmad). Hadits lain yang diriwayatkan oleh Abu Daud juga menyebutkan peringatan dari Rasulullah bahwa,”“Rapatkanlah shaf-shaf kalian, saling berdekatanlah, dan luruskanlah dengan leher-leher (kalian), karena demi Dzat yang jiwaku berada di dalam genggamannya, sesungguhnya aku melihat setan masuk dari celah-celah shaf seakan-akan dia adalah kambing kecil.”. Tentu hadits-hadits diatas sudah sangat jelas bagi kita. Dan betapa menariknya kita sebagai muslim, bahwa segala persoalan hidup itu memang harus dikembalikan kepada kajian-kajian yang berbasis Qur’an dan Sunnah, dan melalui penjelasan-penjelasan ulama yang telah terbukti kealiman dan kuat ibadahnya.

Jika kita melihat realitas shaf-shaf kita ketika shalat berjamaah saat ini tentu belum bisa disebut baik, sesuai dengan maksud hadits di atas. Shaf yang tidak rapat dan tidak lurus malah menjadi pemandangan yang biasa kita temui. Menjadi wajar jika awal penyebab seringnya kita terpecah-belah dalam kehidupan kita berakar dari kondisi shaf kita yang masih keliru ini. “Perselisihan diantara wajah” pada hadits di atas dapat diartikan timbulnya perbedaan-perbedaan cara pandang kita yang satu ummat ini dalam berbagai masalah kehidupan. Yang sedikit demi sedikit menggiring kita kepada lemahnya persatuan sehingga akhirnya kita mudah terpecah belah. Bahkan perbedaan-perbedaan pada masalah furu’iyah (cabang) yang seharusnya sepele saja sudah cukup untuk membuat kita saling menghina, saling benci hingga saling melakukan kekerasan antar sesama saudara se-akidah. Na’uzubillah.

Dalam suatu riwayat menceritakan kalau Umar bin Khattab sangat tegas memperhatikan perihal kelurusan dan kerapatan shaf dalam shalat ini. Umar bahkan pernah menggunakan pedang untuk meluruskan shaf shalat berjamaahnya. Umar tentu sangat memahami betapa pentingnya hal ini sehingga sampai berbuat demikian. Dan ini harus menjadi pelajaran dan contoh bagi kita sebagai makmum dan lebih khusus kepada para imam shalat dalam menjaga kesempurnaan shaf.

Mari kita kembali memperhatikan perihal shaf shalat yang barangkali sudah dianggap sepele ini. Kelurusan dan kerapatan shaf memang termasuk penyempurna shalat berjamaah kita, namun juga harus disadari bahwa hal ini juga akan memberikan efek ke perilaku kita di dalam kehidupan bermasyarakat. Insya Allah, jika kita memulai dengan benarnya praktik ibadah shalat yang kita lakukan, maka Allah akan memberi keberkahan dan menyatukan hati-hati kita. Dan sedikit demi sedikit kita memperbaiki kehidupan kita sebagai ummat terbaik. Maka, lurus dan rapatkanlah shaf-shaf kita.[]


Leave a Comment