Diyus

Maklumat

Sang Bayu tengah bergolak di luar. Mengantar kabar gelisah dari samudra yang tengah bersandar di penurunan Agustus. Entah berapa murka lagi mesti kami tabung untuk membuat kalian percaya bahwa gejolak itu masih ada. Kerdip bara yang menyusut cuma perlu tiupan angin untuk kembali merepihkan nyala. Kepada kuasa yang tak berdaulat ia beralamat.

Cerita ini boleh kembali atau bermula kemana suka. Kali ini kupastikan akan susah tertebak. Tak ‘kan ada yang mampu mengurai sandi ketika aku telah melangkah ke dalam kecimpung itu. Tak ada peredam laju yang bisa menghambat. Aku berjanji kali ini. Kalian akan punah sebab telah terlalu lama kubiarkan serakah.

Berpadulah dengan dendang, jogetkan terus ejekan itu. Biarkan gelombang sang bayu yang bicara dalam kelandain lembahmu. Tunggu saja hunjam dendam dengan alamat yang pasti tertuju. Setepat bidik penembak runduk di gerumbul semak, yang menyaru dalam gelap di bukit belakang rumahmu. Waspadalah pada senja. Cuma itu petunjuk yang boleh kubagi.

Persiapkan diri kalian untuk menghadapi amuk tiada bertuan. Komandan kami adalah kesumat yang beribu abad sudah terpendam. Tak sabar ingin segera menghidang gegar di atas meja santapmu. Di tiap ukiran yang meliuk melebihi kelicikan ular. Di balik taplak meja. Di singkap rana yang mengantarai ruang tamu, meja makan bahkan di gantungan baju.

Bidikan kami tak terusik napas. Tusukan tanpa kelebat. Gerak lindap tiada terpindai. Kepak tanpa deru angin di ketiak sayap. Kujanjikan tidurmu tak lagi lelap oleh hadir kami di tiap gelung selimut. Tanpa tanda dan tiada aba. Pekikpun cukup terpaham dengan janji yang tersemat pada detik tiada teraba. Pehatikan langkah. Jangan lupa kunci pintu dan jendela. Siapkan jeruji di tiap ambang untuk menjadikannya penjaramu sendiri.

Perang ini akan melabuhkan serang, membawakan neraka ke dalam kamar tidurmu, bahkan ke selipan cawat kalian semua ia akan menancapkan kobar. Bersiaplah. Sebab cuma itu yang kalian bisa lakukan. Sebab semua alasan untuk membalas telah kupangkas dengan rencana yang kutitip dalam lingkung pekat malam. Juga tiap derik jangkrik yang bernyanyi membawa tanda bagi kami. Tanda yang tak lagi akan mampu kalian pahami.

Tak guna lagi kalian melawan ketika setiap peluru dan kokang senapan telah berpihak pada marah kami. Bersimpuhlah saja saat kami pulangkan derita pada kalian. Menyematkannya agar kalian juga menjadi tahu bagaimana rasa mengulam dendam dalam gelap yang berlendir. Ketika segala derita dari kalian seolah takdir. Saat bangkit melawan telah serupa dengan pengingkaran iman.

Setelah segala yang terampas itu kembali, maka nganga luka ini akan bertukar tuan. Di balik kemeja dan dasi yang licin terjalin. Kutancapkan sebilah paku sebagai penanda kami sedang ada di sini. Bukan untuk membalas, tapi untuk membilas. Bukan untuk bertempur melainkan mengalamatkan mata sangkur ke pelosok tindas yang telah teramat berlumut untuk bisa dijadikan lelucon.

Tunggulah ketika kaca telah menjadi beling, bahkan bayangan di cermin kalianpun akan mempertuankan dendam kami. Tertawalah pada fajar, mungkin saja itu yang terakhir. Tersenyumlah pada muram senja dengan sebab serupa. Nikmatilah segala yang tersisa sebab cuma itu yang kalian punya ketika sebuah dentam yang tak tertangkap telinga akan memulai rempak menyerbu. Jangan sungkan mengucap syukur. Bisa saja itu kata terakhir yang terucap. Mulai detik ini, kalian akan gentar menatap bayangan sendiri. Hadapilah derita yang kami bawa dalam nampan amarah. Dendam yang bergerak lindap tak berwajah!

Image Source:

  1. Image1
  2. Image2
  3. Image3
  4. Image4

Leave a Comment