Diyus

Mencari Fase Desentralisasi Ekonomi di Masa Lalu (Bagian Ketiga)

Tulisan Sebelumnya:

  1. Sumber
  2. Tanggapan Pertama
  3. Tanggapan Kedua

Malam ini aku akan melanjutkan pembahasan mengenai tulisan Nona Fara seperti yang telah kusampaikan 2 malam lalu. Setelah kucermati, semestinya malam ini aku membahas mengenai paragraf ketiga saja. Ternyata, paragraf ketiga berkait erat dengan paragraf berikutnya dan pragraf berikutnya dan paragraf berikutnya. Begitu terus sampai paragraf terakhir.

Jadi, kupikir lebih baik malam ini kutuntaskan saja pembahasan dengan merespon sisa bagian yang belum terespon. Lusa malam aku akan menyudahi rangkaian tanggapan ini dengan sebuah kesimpulan yang bertujuan untuk melengkapi senarai Nona Fara.

Di dalam sebuah teknologi, sistem sentralisasi dipakai sebagai sistem penyimpan data yang terpusat pada satu server saja. Server merupakan gudangnya berbagai data dan informasi yang memberikan tugas untuk melayani para klien yang terhubung dengannya. Katakanlah dalam suatu jaringan perbankan misalnya, ketika kita memiliki fasilitas online pada suatu website untuk melakukan transaksi, sebagai klien hanya dibatasi dengan kemudahan melakukan beberapa transaksi saja, biasanya dalam hal pengiriman dan penerimaan uang.

Pada paragraf ketiga ini, Nona Fara menjelaskan mengenai penerapan makna desentralisasi dalam sebuah teknologi. Penjelasannya sangat rasional dan runut mengenai sistem pemusatan data pada satu server. Jadi, server sebagai bentuk lain dari sentralisasi berfungsi sebagai pusat pengumpul data yang berasal dari pelbagai sumber.

Sebagai contoh, Nona Fara menggunakan jaringan perbankan. Keluhan mengenai bentuk negatif dari sentralisasi berupa keterbatasan transaksi perbankan online. Baginya, sebagai pemilik yang menyimpan uang di bank, semestinya nasabah memiliki kewenangan lebih dari itu.

Blockchain technology with abstract background – 3D Rendering

Contoh lain adalah pada sosial media, sistem sentralisasi ini juga akan merugikan karena tidak adanya sistem reward dari segi finansial yang diberikan kepada pengguna, semua diatur oleh pemilik sosial media tersebut, yang mendapatkan keuntungan terbesar pun adalah pemilik sosial media, bukan pengguna nya. Bahkan bila pemilik sosial media tersebut menganggap adanya hal-hal yang tidak layak yang disebarkan oleh pengguna (kita), maka sosial media milik kita akan di banned secara sepihak.

Sebagai lanjutannya, pembahasan mengambil contoh negatif mengenai sistem sentralisasi dalam sosial media. Menurut beliau, sistem sentralisasi di sosial media cuma menguntungkan pemilik dan pengelola sosial media tersebut saja. Pengguna yang sesungguhnya memegang peran kunci dalam meningkatkan rating tidak memperoleh keuntungan samasekali. Tentu saja yang dimaksud di sini adalah keuntungan finansial. Belum lagi soal kuasa pemilik platform tersebut untuk mem-banned secara sepihak sebuah akun yang dianggap melanggar tatanan nilai tertentu.

Beda halnya dengan sistem Desentralisasi. Sistem ini merupakan suatu sistem tersebar. Jadi, semua pengguna di dalam sebuah jaringan memiliki hak dan kekuatan untuk mengatur seluruh kegiatan serta pencatatan yang terjadi di dalamnya. Pada sistem ini, setiap pengguna memiliki servernya masing-masing.

Sebagai pembanding, Nona Fara mengurai mengenai sistem desentralisasi yang kutengarai mengambil titik langsung ke desentralisasi. Di poin ini, beliau tampaknya lupa menjelaskan uraian mengenai desentralisasi. Semestinya beliau memberi contoh berlatar sejarah atau antropologi-sosiologi seperti saat menjelaskan mengenai sistem sentralisasi yang menurutnya berasal dari zaman feudal dan monarki.

Namun, di palung hati terdalam, aku yakin Nona Fara menduga bahwa tiap pembacanya mungkin sudah memahami contoh desentralisasi di masa lalu.

Dalam sistem desentralisasi ini, bila ada pihak yang ingin melakukan transaksi, maka mereka bisa langsung melakukan transaksi tersebut tanpa harus menggunakan pihak ketiga sebagai perantara transaksi. Jadi akan lebih cepat dan aman. Data yang tersimpan di dalam server tersebut juga tidak bisa diakses oleh orang lain, kecuali yang bersifat publik.

Uraian di paragraf selanjutnya adalah penjabaran dari antitesa sistem sentralisasi perbankan. Beliau memaparkan mengenai ketiadaan pihak ketiga dalam transaksi perbankan di sistem desentralisasi. Hal yang menurutnya menjadikan proses transaki menjadi cepat dan aman. Sebab, data transaksi yang tersimpan di server tidak bisa diakses oleh orang lain.

Dengan adanya sistem desentralisasi ini, semakin banyak server yang terdapat didalamnya maka semakin aman, karena penyimpanan data tersebut tersebar, jadi bila ada orang ingin menyerang data yang terdapat pada sistem desentralisasi, orang tersebut harus menyerang setidaknya setengah dari seluruh server yang ada. Bila ada 500 server yang terdapat pada suatu jaringan, maka seorang hacker harus merusak 250 server terlebih dahulu barulah dia bisa mengakses data yang terdapat di dalamnya.

Uraiannya menukik semakin dalam dengan menjabarkan ketersebaran (desentralisasi) data para pelaku transaksi; hal yang menghadirkan perbedaan fundamental antara sistem sentralisasi dengan desentralisasi. Sebaran jumlah server yang menjadi tantangan berat dan nyaris tak mungkin untuk diretas. Rasio inilah yang mendasari lahirnya teknologi blockchain. Teknologi yang menjadi fondasi bangunan mata uang kripto. Juga menjadi fundamen berdirinya media sosial tempat kami berdua menaungkan dan menuangkan gagasan, kisah dan resah; Steemit.

Sistem desentralisasi ini akhirnya dipakai pada teknologi blockchain. Yaitu sebuah teknologi penyimpanan data (openledger) yang memiliki sifat permanen ketika data yang tersimpan sudah melalui tahap validasi dan penyegelan. Lebih jelasnya nanti akan saya tulis pada postingan selanjutnya.

Namun, benarkah rasio Nona Fara mengenai contoh desentralisasi di masa lalu yang menggunakan acuan feudalisme dan monarki dengan demokrasi tepat adanya? Apakah benar teknologi Blockchain adalah sistem desentralisasi informasi teraman? Apakah benar transaksi orang dengan orang dalam sistem Blockchain sepenuhnya aman dan cepat? Apa saja dampak sistem transaksi orang dengan orang (akun dengan akun) di sistem Blockchain? Apakah benar sistem penyimpanan datanya bersifat permanen (tak dapat dihapus) setelah mengalami validasi dan penyegelan?

Temukan jawaban dari 5 pertanyaan tersebut 2 hari sesudah respon ketiga ini kutulis.

 

Masih Bersambung…

Image Source:

  1. Image1
  2. Image2
  3. Image3
  4. Image4
  5. Image5

Leave a Comment