harga sbd

Mengapa Gelisah Saat Harga SBD dan Steem Anjlok?

Taufik Al Mubarak

Banyak yang bertanya mengapa saya sudah mulai jarang menulis di Steemit, apakah karena harga SBD dan steem sedang anjlok? Biasanya, setiap hari saya memposting satu-dua tulisan, dan kalau sedang ‘mangat bu’ saya bisa menulis tiga tulisan. Namun, masa-masa produktif tersebut seakan sirna dalam sebulan ini. Kadang, saya hanya menulis satu tulisan dalam seminggu, dan sama sekali tidak merasa bersalah. Apa yang sudah terjadi?

Banyak yang menduga, harga SBD dan Steem yang rendah sebagai penyebabnya. Memang, dalam beberapa bulan ini, grafik harga kedua coin itu belum mencapai level terbaiknya. Tidak ada siapa pun yang bisa memprediksi kapan harga SBD dan Steem kembali ke jalur normal. Ada yang mencoba menghibur diri bahwa akhir tahun nanti harga-harga coin ini akan kembali normal seperti sediakala, yaitu 1 SBD/Steem mencapai angka Rp80 ribu-Rp120 ribu. Tapi, siapa yang tahu?

Kalau boleh jujur, harga SBD dan Steem yang rendah itu sama sekali bukan alasan saya jarang menulis. Kalian mungkin tidak akan percaya dengan alasan yang klise ini. Tapi begitulah faktanya. Reward bukan satu-satunya yang saya kejar dari media berbasis blockchain ini, meski tidak juga saya pungkiri bahwa reward menjadi pemicu semangat untuk terus menulis. Namun, ada alasan lain kenapa saya jarang menulis, dan alasan ini pasti akan kalian anggap sebagai bentuk pelarian. Tidak! Sama sekali tidak.

Selama seminggu saya banyak menghabiskan waktu menonton kembali film Game of Thrones, mulai dari Season 1 hingga Season 7 yang tayang tahun lalu. Dan, baru pada malam 17 Agustus, film epik dari benua Westeros itu saya tuntaskan. Ada perasaan lega. Kalian pasti bertanya-tanya, kenapa saya menonton kembali film yang sudah empat kali saya tonton ulang ini? Di situlah saya tampak sedikit gila dibanding kalian, bukan?

Selama masa menonton film Game of Thrones ini, saya sering kurang waktu untuk menulis. Bahkan, waktu untuk tidur saja tidak cukup. Setiap hari saya menghabiskan waktu menonton film ini di warung kopi atau ketika berada di rumah. Saya bisa menghabiskan 4-5 episode dari setiap season yang saya tonton. Pernah saya tidak pulang ke rumah gara-gara menonton film ini. Seingat saya dua malam saya harus tidur di mobil di depan warung kopi Ali Kopi. Pagi hari baru pulang ke rumah. Saya tidak ingat berapa kuota internet yang saya habiskan ketika memilih menonton di rumah.

Meski sudah empat kali saya tonton ulang, selalu saja saya merasa seperti baru menonton. Soalnya, ada saja rangkaian cerita yang saya dapatkan dan mulai menemukan benang merah antara satu kejadian dengan kejadian lain yang terjadi di dalam film ini. Banyak adegan yang sebelumnya membuat saya penasaran, kian menjadi terang benderang setelah aksi menonton ulang ini. Soalnya, saya menjadi lebih teliti dan menyimak setiap dialog di dalam film untuk memecahkan rasa penasaran saya. Seandainya pihak HBO tidak membuat beberapa ending untuk season 8 atau musim terakhir dari Game of Thrones, kita bisa menebaknya dengan gamblang. Namun, karena musim terakhir direncanakan akan menjadi seri pamungkas yang bakal mencetak sejarah pertelevisian, tidak banyak bocoran yang bisa kita peroleh.

Saya anggap menonton ulang film Game of Thrones ini sebagai persiapan menyambut tayangnya game of thrones musim terakhir yang direncanakan tayang mulai April 2019, jadwal tradisional Game of Thrones sejak musim pertama hingga musim keenam. Setidaknya saat film game of thrones 8 tayang, saya tidak kehilangan cerita sebelumnya. Alasan lainnya, saya suka dengan film ini, dan belajar banyak tentang bagaimana sebuah film bagus yang paling ditunggu-tunggu ini dibuat.

Jadi, penjelasan di atas kiranya dapat menjawab pertanyaan kenapa saya mulai jarang menulis di Steemit, dan tidak seproduktif seperti sebelumnya. Harga SBD dan Steem yang rendah sama sekali bukan sebagai alasan saya tidak produktif lagi menulis. Saya akui banyak steemian yang tidak mampu bertahan dengan kondisi seperti ini, dan menganggap menulis di Steemit sebagai kegiatan yang buang-buang waktu. Saya sama sekali tidak menganggapnya demikian. Meski pun reward yang kita peroleh kecil, setidaknya kita masih mendapatkan reward.

Memang, harga SBD dan Steem belakangan ini cukup rendah. Reward dari satu tulisan bahkan tidak cukup untuk membeli sebungkus rokok. Boleh dibilang, reward yang kita terima lebih sering bikin hati kita miris, seumpama seorang ibu yang sedang mengupas kulit bawang: matanya perih. Namun, bagi kita yang sudah belajar soal lika-liku kehidupan, harga SBD dan Steem yang anjlok itu bukanlah sebuah masalah besar. Begitulah roda kehidupan, sesekali ada di atas, sesekali (dan seringkali) berada di bawah. Hal yang sama juga terjadi pada SBD dan Steem.

Menurut cerita teman-teman, saat pertama kali Steemit diperkenalkan pada tahun 2016, SBD dan Steem sama sekali tidak punya harga. Sangat rendah. Lambat laun harganya terus merangkak naik seperti fase kehidupan seorang bayi. Dan puncaknya terjadi pada tahun 2017 ketika harga SBD mencapai angka Rp192,501 per 1 SBD. Hal ini terjadi pada tanggal 19 Desember 2017. Sementara harga tertinggi Steem pernah mencapai angka Rp110,473 yaitu pada tanggal 3 Januari 2018. Harga mata uang kripto lain seperti Bitcoin pernah gila-gilaan yaitu Rp270 juta per 1 BTC dan itu terjadi pada tanggal 16 Desember 2017.

Lalu, kenapa kita harus gelisah saat harga SBD dan Steem turun? Hal ini boleh jadi karena kita pernah menikmati harga yang lebih tinggi dari harga sekarang, sehingga saat harga turun kita menganggap bumi sedang runtuh. Padahal, jika harga SBD dan Steem tidak pernah mencapai level angka Rp192 ribu, kita sama sekali tidak akan mempersoalkan anjloknya harga dua mata uang kripto dari Steemit ini. []

Image source: pixabay.com

Leave a Comment