Aku Ingin
Andai bisa, aku ingin membersamai kenangan denganmu. Mengulang kembali masa-masa indah remaja dengan tawa dan sedikit saja cinta. Aku ingin bisa bangun pagi dan datang lebih awal lalu menunggumu di gerbang sekolah untuk sekedar menagih secuil senyum batari dari bibir merahbatamu. Aku ingin lamat-lamat menatapmu saat upacara bendera tengah khidmat diritualkan. Aku ingin dirimu menjadi semacam sajak yang lalu mengabadi dalam tiap lipatan buku-buku pelajaranku.
Aku ingin…
Sekedar ingin… denganmu
Rumah Cahaya, 2011
Episode Liris Sebuah Hati
Entah oleh sebab apa aku masih saja mau seranjang denganmu. Tak ada lagi lukisan dan foto yang kita pajang di dinding dan meja rias. Spring bed yang biasa jadi tempat kita menutup dan memulai hari kini telah mati. Pelan-pelan gerimis yang biasa turun di mataku membasahi dan menggenanginya hingga ia lapuk dan kuyup. Harus dengan apalagi aku berpegangan denganmu? Jika cinta yang kubawa tiap petang sepulang bekerja saja tak mampu meyakinkanmu, harus dengan apalagi aku bertahan?
Rumah Cahaya, 2011
Begitu Dongeng
Sesekali ia ingin duduk di atas bukit sambil menatap rembulan. Menyusun selesa angan sambil menerbangkannya pada dinginnya angin. Rambutnya yang tergerai lantas menjadi sarang bagi burung hantu yang entah kenapa tiba-tiba mengantuk dan akhirnya lelap tertidur. Padahal, dulu sekali ia yang sengaja menghitamkan malam untuk diwarnai oleh batari yang kebetulan singgah di tempatnya berdiam saat ini. Musim memang begitu dongeng bagi sebuah cinta. Dibentur logika lalu mati bersama duka.
Rumah Cahaya, 2011
Cerita Malam
Aku mengerti kau tak pernah memahami bahasa ikan yang berenang di ceruk mataku. Di ujung muara nada-nada kodok dan jangkrik menjadi semacam penanda untuk lelatu yang mengudara memecah pekatnya malam. Seketika pilu beterbangan digeret kunang-kunang. Bocah-bocah terpejam, diam, lalu mati dibunuh zaman. Kau hanya membisu. Setelah nanti lama, embun pun ramai menghiasi dada dedaun. Kita menjadi bohemian, menyapa pagi hanya karena malam telah diusir pergi…
Rumah Cahaya, 2011
Cipta Arief Wibawa, kelahiran Semarang yang kini menetap di Medan. Ia seorang alumnus SMA An-Nizam yang sangat mencintai dunia sastra. Beberapa karyanya pernah dimuat di beberapa media massa nasional. Saat ini aktif di FLP Sumut.