Cukup sering sebenarnya aku melewati warung Aneuk Garuda ini, baik saat pulang kampung atau ketika balik dari kampung. Aku juga selalu melihat banyak mobil parkir di seberang warung sederhana itu yang berada persis di pinggir jalan Banda Aceh-Medan, sekitar lima menit dari pasar Indrapuri.
Di bawah rindangnya pohon asam di seberang warung tak pernah sepi dari mobil yang parkir. Di sisi warung, satu sampai tiga sepeda motor selalu ada di sana, milik pengunjung. Sialnya, fakta demikian itu sama sekali tidak menggerakkan hatiku bertanya, ada apa di sana? Apa yang sebenarnya dijual di warung yang berada di tepi sungai dengan air cukup jernih itu.
Aku pun sama sekali tidak pernah memperhatikan papan nama warung yang sebenarnya cukup jelas terlihat bagi pengendara. Sehingga tidak pernah tahu jenis kuliner apa yang dijual hingga orang-orang rela berhenti untuk mampir di sana. Jawabannya sebenarnya bisa aku temukan andai fokus memperhatikan postingan foto oleh teman-teman di media sosial. Ya, beberapa kali foto rujak u groh mereka posting dan foto tersebut cukup sering berseliweran di beranda media sosial.
Dua hari lalu, postingan @ihansunrise di Steemit membuatku mulai serius ingin lebih tahu lebih lanjut soal kuliner yang kini banyak digemari politisi di Kutaraja. Saat membaca tulisan Ihan yang menyinggung soal Kautsar dan Mualem makan rujak U Groh, aku pun langsung ingat pernah melihat postingan foto politisi Partai Aceh yang kini maju sebagai caleg DPR RI dari Partai Demokrat di akun Instagram miliknya. Alhasil, mulailah aku mengatur rencana ingin ikut mencicipi rasa rujak dari U Groh ini.
Kamis (19/7/2018) keinginan mencicipi rujak U Groh Indrapuri menjadi kenyataan. Seusai menikmati Kuah Beulangong di Lhoknga, aku bersama @siagamz dan @adekfotografi (keduanya kini pensiun dini dari Steemit) langsung meluncur ke Indrapuri, menyambangi warung Rujak U Groh Indrapuri Aneuk Garuda. Kami bertiga belum pernah singgah di warung ini sehingga saat mobil mendekati Indrapuri, @siagamz mulai melambatkan laju kendaraan.
Sejak dari warung pertama, kami mulai memperhatikan satu persatu warung yang berada di pinggir kali itu, mencari tahu yang mana warung bernama Aneuk Garuda. Rupanya tak sulit menemukan warung itu, karena saat itu hanya warung itu yang terlihat ada pengunjungnya, sementara beberapa warung lain sedang tutup. Setelah mobil diparkir di bawah pohon asam Jawa (bak me), @adekfotografia dan @siagamz langsung mengambil posisi duduk yang dekat dengan kali, aku sendiri memilih motret sana-motret sini.
“Neu photo keunoe sigo, bang!” kata seorang pemuda di tempat mencuci piring dan ampas kelapa. Pemuda itu tampak bersemangat saat dijepret, dan mencoba bergaya alay khas presenter sebuah program acara televisi seperti tercetak di baju kaosnya. “Nyoe sisa u groh. Neu rekam laju,” lanjutnya. Seorang wanita di sampingnya tampak malu-malu.
Selesai mengambil beberapa gambar di bagian samping warung itu, aku bergegas masuk ke dalam. Beberapa wanita tampak sedang sibuk bekerja, sementara dua orang lagi memilih bersantai di kursi panjang yang terbuat dari bambu. “Dari pane bang?” sapa wanita berjilbab merah dengan baju bergaris-garis. Dia bersiap-siap ambil ancang-ancang karena tahu kalau aku ingin mengambil foto. “Siat bang, lon mat u groh dile,” katanya. Lalu, setelah mengambil wajan berisi u groh yang sudah dipotong kecil-kecil, dia mulai memasang wajah semanis mungkin. Sepertinya dia sudah terbiasa berpose untuk para pengunjung yang ingin mengabadikan proses pembuatan rujak U Groh.
Tiba-tiba, seorang wanita di ruang pengolahan rujak menyelutuk. “Bang, neu rekam keunoe cit, nyoe mau olah rujak,” katanya yang sudah bersiap-siap dengan ulokan di tangan. Aku segera mengalihkan kamera handphone ke arah wanita ini, dan mulailah tangannya menari dengan lincahnya di atas potongan kayu seukuran besar yang bagian tengahnya sedikit lebih dalam.
“Neu foto mantong beh, bek neu rekam video,” katanya, kemudian. Aku mengangguk tapi tidak menanggapi permintaannya. Soalnya aku sempat mengambil video dengan durasi 15 detik yang langsung terupload ke Video Vigo, sebuah aplikasi video berbayar. Sial, postingan itu sama sekali tidak mendapatkan flame, sejenis Steem di Steemit.
Setelah merasa bahwa foto sudah cukup, aku bergabung dengan @adekfotografia dan @siagamz yang sedari tadi kulihat asyik ketawa-ketiwi sembari memperhatikan layar handphone. Tak lama kemudian, tiga porsi rujak u groh terhidang di meja kami. Tak ada satu pun di antara yang mencoba mencicipinya lebih dulu, dan terlihat lebih sibuk mengabadikan rujak u groh melalui kamera masing-masing.
Jangan kalian tanya bagaimana rasa rujak olahan dari batok kelapa yang belum matang itu. Meski u groh kerap dilakabkan pada lelaki yang punya pengalaman se-ujung kuku, seperti pemuda u groh, yang artinya masih belum pandai membersihkan air kecil dan baunya masih bei chueng. Soal rasa aku sepakat dengan @ihansunrise, ada sensasi kriuk-kriuknya. Rujak yang diolah dengan u groh serta geue u sangat memanjakan lidah, apalagi ditambah aroma perasan jeruk nipis. Duh, coba deh! Kalian bakal ketagihan.
1 thought on “Rujak U Groh Indrapuri dan Candaan Pelayan”