Sekira lima malam sebelumnya saya bermimpi. Mimpi yang aneh sekali. Bagaimana tidak aneh, dalam mimpi tersebut saya menjadi seorang gerilyawan dan kemudian karena sebuah pengkhianatan internal, saya ditangkap tentara republik. Lalu, terjadilah apa yang biasanya menimpa seorang tawanan di dalam tahanan republik: dipukul sampai babak belur. Syukurlah, dalam mimpi itu saya tidak sampai mati! Saat terbangun saya mencoba menafsirkan mimpi tersebut, mencari apa makna di balik mimpi aneh ini. Dan, saya gagal.
Sampai sekarang saya masih bingung apa makna di balik mimpi yang tak jelas juntrungannya itu. Apalagi sejak beberapa bulan terakhir, saya sudah jarang bermimpi. Bukannya tidak ingin bermimpi, tapi mimpi yang tidak mau hadir dalam tidur-tidur saya. Boleh jadi karena belakangan ini saya sudah mulai dihinggapi imsomnia akut. Jangankan untuk bermimpi, durasi untuk tidur nyenyak saja sudah tidak cukup. Padahal, dulunya hampir tiap malam bermimpi: dari mimpi buruk hingga mimpi bagus. Dua-duanya saya nikmati.
Dulu sekali, ketika masih menggemari film hero yang tidak masuk akal, saya kerap bermimpi menjadi sosok hebat: bisa terbang dan bisa menghilang. Pernah, dalam mimpi dikejar-kejar oleh orang jahat dan tentara, dan saya selalu mampu menghindar dari mereka karena memiliki kemampuan menghilangkan diri atau dapat terbang tinggi, sehingga tak mampu dikejar oleh mereka-mereka itu. Pun begitu, ketika terbangun saya sama sekali tidak berniat mempraktekkan kemampuan luar biasa itu, karena sangat yakin saya tidak akan mampu melakukannya.
Eugene Ionesco, seorang penulis yang lahir di Rumania tahun 1912, dari seorang ibu berkebangsaan Perancis, pernah mengatakan mimpi sebagai sebuah drama! Katanya, “bila kita bermimpi, kita selalu menjadi tokoh, menjadi sebuah karakter.” Dalam setiap mimpi, kita kadang menjadi orang lain, menjadi aktor, penonton atau sosok hebat yang bisa terbang. “Tapi, mimpi lebih mendalam ketimbang apa yang kita sebut realitas,” katanya.
Ionesco sangat beruntung memiliki mimpi, karena dengan begitu dia mendapatkan bahan mentah yang secepatnya bisa diolah menjadi drama, cerita pendek atau ide untuk melahirkan sebuah lukisan ajaib. Kita memang harus belajar banyak pada penulis yang sudah banyak melahirkan karya drama, hasil dari mimpinya, seperti The Killer, Journeys among the Dead dan The Bald Soprano. Dia mampu merekam dengan sangat baik mimpi-mimpi yang selalu hadir dalam tidurnya, sementara kita sering kesulitan menceritakan kembali mimpi secara lebih terang.
Bagi sebagian orang, mimpi adalah anugerah. Soalnya, melalui mimpi, pikiran bawah sadar kita seperti berbicara kepada kita melalui lambang-lambang atau kode-kode rahasia. Sekilas banyak mimpi memang tampak aneh dan tidak memiliki arti. Namun, tidak jarang mimpi-mimpi itu dapat merangsang daya khayal kita, minimal mengharuskan kita untuk mencari atau menemukan makna tafsirnya. Kadang-kadang mimpi justru membuat kita menjadi lebih berhati-hati terhadap sesuatu, karena kita percaya bahwa Tuhan lebih dulu menegur kita lewat mimpi.
Karenanya jangan pernah meremehkan sebuah mimpi. Tuhan bahkan ‘berbicara’ kepada Nabi melalui mimpi-mimpi. Banyak wahyu yang diterima oleh Nabi dibisikkan melalui mimpi oleh Jibril. Coba baca kembali sejarah kenabian, ada berapa banyak wahyu yang diturunkan kepada Nabi melalui mimpi. Yusuf menjadi orang terpandang di Mesir karena kemampuannya menafsirkan mimpi. Di Eropa, banyak jenderal-jenderal gila yang membumi-hanguskan sebuah negeri hanya karena mimpi.
Kenapa saya mengatakan agar kita tidak meremehkan mimpi? Bayangkan, misalnya, Anda bermimpi bahwa ada seseorang yang berniat menculik anak Anda, dan dengan demikian Anda menjadi tersadarkan bahwa setidaknya Anda perlu lebih banyak waktu dengan sang anak. Atau Anda bermimpi seseorang membunuh Anda dalam mimpi, dan dengan begitu Anda menjadi lebih berhati-hati.
Untuk diketahui, banyak mimpi telah menuntun umat manusia pada penemuan penting dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam sebuah buku, saya pernah membaca bahwa ahli kimia, August Kekule, pernah bermimpi tentang enam ekor ular yang berputar melingkar-lingkar. Mimpi ini rupanya mengilhami dia menciptakan konsep tentang cincin benzene enam karbon. “Marilah kita belajar bermimpi, kemudian barangkali kita akan menemukan kebenaran,” katanya.
Sebelum menemukan mesin jahit seperti kita kenal sekarang, Elias Howe pernah bermimpi dirinya diserang oleh tombak-tombak dengan lubang-lubang di ujung-ujungnya. Mimpi itu kemudian menuntunnya untuk memindahkan mata jarum mesin jahitnya dari posisi tradisionalnya di ujung yang tumpul ke ujung lancip. Kalian boleh percaya dan boleh juga tidak bahwa Dmitri Mendeleyev yang membuat daftar periodik unsur kimia itu mendapat ilham dari sebuah mimpi!
Mulailah kembali bermimpi, setidaknya Anda memiliki sesuatu: sebuah mimpi. Dan untuk setiap impian Anda yang gagal, mulailah bangkit dan segera ciptakan mimpi baru. Banyak orang sukses sering memotivasi orang-orang agar tidak takut bermimpi. Katanya, ‘bagaimana Anda bisa sukses, jika untuk bermimpi saja Anda masih takut!’ Jadi, mari kita bermimpi, karena Anda tidaklah sendirian.
Image source: Pixabay