Mencari Suara Pemuda, Bagaimana Caranya?

Rio Pauleta

Setiap orang punya orang yang berbeda-beda, hobinya-pun berbeda, warna rambut, warna baju, warna sepatu, warna gigi dan warna celana luar kita memang berbeda. Bayangkan pemirsa kalau warnanya sama, suntuklah kita. Seperti melihat anak-anak sekolah negeri. Bajunya sama semua, seperti takada kreatifitas.

Semua bebas menjalankan hobinya masing-masing dan yang lebih keren adalah tidak mengganggu hobi orang lain. Maniak bola memang tak bisa mengerti apa asiknya mancing, dan sebaliknya. Yang aneh di masyarakat kita adalah yang tak bisa dilakukan oleh orang maka itu akan dianggap gila. Misalnya yang pandai bersyair akan dikira gila di Gampong.

Yang punya hobi terpendam ini, supaya dianggap normal dia akan memendam hobinya dan lama-lama dia tidak meneruskannya lagi kalau dia tidak strong. Pilihan lain adalah keluar dari Gampong dan bekarya di pasar seni yang lebih besar. Ya kita beri contoh Tompi, yang dia mengira dia tak ada saingan di Aceh.

Ya, beberapa kota menerima para seniman dengan sangat baik, seperti bandung, malah ada satu jalan di kota menuju kemana gitu, disuruh cari tempat belajar yang keren untuk mengembangkan bakatnya yang aneh itu. Menurut sejarah, para penemu hebat dulu, seperti albert Einstein, penemu lampu dan lain-lain juga dianggap gila pada masanya, tapi mereka tetap kekeuh pada pengangannya sehingga mereka berhasil, ini kita dikatain dikit, udah nyerah.

Saya jadi teringat cerita di moslem show –sebuah komik prancis viral. Yang meceritakan bagaimana seorang yang tuli, berhasil membangun sebuah masjid karena dia tidak bisa mendengar ocehan masyarakat yang mengatakan dia tidak bisa berbuat apa-apa.

Pendidikan juga seharusnya menjembatani siswa dengan dunia yang dia sukai, ya harus sesuai dengan kaidah syariah juga lah, jangan yang suka buka aurat tapi didukung juga. Di Pidie susah berkembang karena taka da sinergi antara orang tua dan anak muda. Acara anak muda dikira orang tua semuanya hura-hura, tidak berfaedah dan dilarang-larang.

Lalu larang-larang aja, kita tanya apa solusi untuk kami anak muda berkegiatan, tak ada juga. Perizinan pun sekarang sudah susah, welcome to Indonesia birokrasi lagi, kalau dulu kita bisa kasih surat pemberitahuan aja ke Polisi, kini MPU juga berperan dalam perizinan dan ribet, ini menjadi juga alasan investor susah masuk ke kota ini.

Tapi ini pendapat saya, mungki sudah berubah tak tahu juga saya. Tapi semoga di tahun-tahun ke depan makin banyak yang diperbuat oleh pemerintah deangan mengajak pemuda. Di tangan yang muda-lah yang tahu teknologi terkini, yang mungkin bisa diterapkan oleh orangtua.

Saya pernah ke kantor lurah, menawarkan supaya gampong kami dibuatkan website sehingga semua surat menyurat bisa dibuatkan secara online tapi pak lurah menolak karena katanya belum penting yang begituan. sedangkan ada Gampong lain yang kreatif seperti pasar Kota Bakti dan Gampong Blang Dhod yang punya website Gampong sampai majalah..

Leave a Comment