Kawasan Tangse, Mane dan Geumpang selain dikenal sebagai sentra produksi durian, juga terkenal dengan ikan keureuling. Ketika pertambangan emas sedang massif serta perburuan ikan secara membabi-buta masih terjadi, populasi ikan keureuling sempat menurun di Mane.
Imum Mukim Mane, Sulaiman, SE menuturkan, sebelum adanya qanun, masyarakat sering mengambil ikan dengan menggunakan racun, kontak/strum bahkan dengan amunisi. Kini, masyarakat hanya dibolehkan dengan menggunakan alat-alat yang tidak membahayakan seperti jala, dawo atau jaring pancing. Di beberapa lokasi, menjala ikan bahkan dilarang. Menjala ikan dianggap dapat mengurangi populasi ikan di sungai.
“Siapa pun yang mengambil ikan dengan cara meracun, alatnya disita dan harus bayar denda sebesar 5 juta rupiah,” katanya.
Qanun Nomor 1 Tahun 2012 tentang Mukim Lutueng, memuat aturan tata cara mengelola kawasan hutan dan sungai. Aturan adat tersebut memberi jaminan kepada masyarakat memanfaatkan hasil hutan dan sungai secara bijaksana tanpa merusaknya.
Sulaiman menjelaskan, qanun Mukim Mane melarang keras memotong kayu di kawasan sumber air (sungai) dan mata air dengan radius 200 meter. Masyarakat yang melanggar aturan ini akan dikenakan sanksi adat berupa penyitaan alat yang digunakan, serta wajib membayar denda sesuai dengan taksiran harga kayu yang dipotong.
Sejak aturan tersebut diterapkan, populasi ikan keureuling sudah mulai meningkat lagi. Para pemancing tidak lagi harus pulang dengan tangan kosong, karena hasil tangkapan yang minim. Dulunya, jangankan ikan dalam ukuran besar, benih pun tak bisa didapat. Semua mati karena diracun.
Mukim Mane juga sangat tegas terhadap pembukaan lahan untuk penanaman kelapa sawit. Mereka menolak pembukaan lahan kelapa sawit selain merusak hutan, juga karena dapat mengganggu sumber air. “Lahan sawit boleh dibuka di Mane, tapi dengan syarat, masyarakat juga dibolehkan menanam ganja,” kata Imum Mukim Mane ini.
Langkah ini dilakukan pihaknya sebagai bentuk komitmen menjaga lingkungan untuk generasi mendatang. Sebagai informasi, hingga kini tidak ada lahan sawit di Mane.
Populasi Ikan Kembali Melimpah
Burhan (40), warga dusun Pante Luwah, Mane sehari-hari berprofesi sebagai pencari ikan. Setiap hari dia menjala ikan di sungai untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Namun, sebelum adanya qanun yang mengatur tata cara menangkap ikan, banyak warga mengambil ikan di sungai dalam kawasan Mukim Lutueng dengan cara meracun atau menggunakan kontak listrik.
Aktivitas menangkap ikan seperti itu, katanya sangat merugikan masyarakat seperti dirinya yang cuma mengandalkan jala dalam menangkap ikan di sungai. Penggunakaan racun dan arus listrik akan mematikan bibit ikan, merusak ekosistem mereka.
Burhan menuturkan, setelah aturan adat berlaku, masyarakat yang mengambil ikan dengan cara ilegal seperti menggunakan racun atau kontak listrik sudah mulai berkurang. Sejak itu populasi ikan kembali meningkat.
“Setiap saya menjala ikan ke sungai, tidak pernah pulang dengan tangan kosong. Selalu bawa pulang ikan seperti ini,” pria yang sudah 20 tahun menghabiskan waktu sebagai pencari ikan di sungai. []